Belajar Bermanfaat. Walau Dari Hal yang Paling Kecil

Feb 26, 2017

Seperti hari-hari biasanya. Kalau sedang tidak ngumpul sama teman-teman saya hampir selalu makan di wedangan dekat kontrakan selepas Maghrib. Tak terkecuali hari Jumat kemaren.

Ketika sedang nyeruput teh, HP saya tiba-tiba berdering. Sebuah nomor baru tampil di layar. Siapah nih. Batin saya.

Ternyata adek saya yang nelfon. Menggunakan HP si om yang baru saja ganti nomor. Kalau dia nelfon begini biasanya dia akan meminta saya untuk pulang. Sekedar basa-basi minta uang jajan atau memang kangen beneran. Tapi kali ini saya agak parno, jangan-jangan dia mau nagih HP nih. Soalnya saya sudah janji untuk membelikan dia HP bulan depan. Bukannya apa-apa, uang untuk belinya belum ada :(.

Usut punya usut ternyata dia sedang ada PR Bahasa Inggris yang tidak bisa ia kerjakan. PR itu harus dikumpulkan hari Senin sehingga ia meminta saya untuk pulang maksimal hari Minggu. Saya agak dilema karna Minggu malam saya sudah ada agenda nonton final EFL Cup antara Man United vs Southampton sementara di rumah orang tua yang berada di desa tidak belum terjangkau internet. Satu-satunya yang bisa saya lakukan supaya tetap bisa nonton final EFL Cup adalah tetap stay di Solo sampai Minggu malam.

Tapi adek saya tidak mau tau. Ia tetap meminta saya untuk pulang. Sebagai kakak yang (belajar menjadi lebih) baik akhirnya saya mengalah. Saya memutuskan untuk pulang Sabtu pagi sehingga Minggu siangnya saya bisa kembali lagi ke Solo untuk nonton bareng.

PR Bahasa Inggris adek saya sebenarnya tidak susah. Hanya diminta menerjemahkan dua buah paragraf dongeng ke dalam Bahasa Inggris. Tapi entah kenapa adek saya seperti pasrah begitu saja. Seolah PR itu terlihat sulit sekali di matanya. Saya jadi teringat sewaktu SD dulu ketika mata pelajaran Bahasa Inggris baru pertama kali dikenalkan di kelas 5 atau 6. Saya juga mengalami hal yang sama seperti yang adek saya alami. Bahkan ketika sudah SMA pun Bahasa Inggris masih menjadi pelajaran yang tidak saya sukai.

Bagi anak-anak yang tinggal di pedesaan dengan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari, mata pelajaran Bahasa Inggris memang menjadi sebuah tantangan tersendiri. Levelnya setara Kalkulus bagi mahasiswa non-Matematika. Maklum, Bahasa Inggris merupakan bahasa ke-3 yang jarang sekali digunakan. Beda halnya dengan anak-anak perkotaan yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Inggris relatif lebih mudah bagi mereka karna merupakan bahasa kedua yang cukup sering didengar.

Kembali ke adek saya. Akhir-akhir ini saya memang cukup sering mengajari dia mengerjakan PR Bahasa Inggris. Meskipun kadang harus membuka kamus untuk beberapa kosa kata yang belum saya ketahui, setidaknya saya bisa membantu dia menyelesaikan masalahnya.

Memiliki seorang adek yang masih duduk di kelas 5 SD ternyata merupakan sebuah tantangan tersendiri. Meski tidak bisa bertemu setiap hari, saya selalu berusaha untuk selalu ada ketika ia sedang butuh. Apalagi sebentar lagi ia akan memasuki usia remaja yang mana usia itu sangat rentan. Sebagai seorang kakak, saya berusaha untuk memerankan peran sebaik mungkin. Menyaksikan seorang anak kecil tumbuh remaja hingga dewasa akan menjadi sebuah kehortaman tersendiri. Apalagi jika bisa terlibat dalam proses itu.

Saya selalu bersyukur bahwa saya dilahirkan lebih dulu. Itu artinya saya bisa belajar bertanggung jawab karna biar bagaimanapun, seorang kakak akan menjadi sebuah role model untuk adiknya. Itu artinya, saya harus selalu memberi contoh yang baik.

Mengajari PR Bahasa Inggris sepertinya terdengar biasa sekali. Setidaknya hidup saya sudah bermanfaat. Walau hanya sebesar biji sawi dan masih banyak hal bermanfaat lain yang bisa saya lakukan. Semuanya dimulai dari yang paling kecil. Kemudian menggelindung seperti bola salju. Semoga.