Pendakian Gunung Lawu Dan Mas Ajik Yang Kocak

Dec 8, 2014

10849881_914147655264266_6777949169039477983_n

Akhirnya, setelah sekian lama memendam hasrat untuk merasakan sensasi pendakian gunung Lawu, Sabtu kemaren (6/12/2014) saya berkesempatan untuk merasakannya. Yah, walaupun tidak sampai ke puncak karna cuaca yang kurang mendukung, pendakian kemaren tetap seruuuuu

Pertama, karna ini adalah pertama kalinya saya ke Lawu. Kedua, karna saya ketemu sama tiga orang pendaki yg asik banget. Satu diantaranya adalah pendaki senior yang kocak. Namanya mas Ajik. Dia ini orangnya gondrong standard seniman, multi-talent dan tidak doyan Mie Sedaap. Meski sudah senior, skill mendaki mas Ajik ini masih standard banget, hampir sama seperti saya yang newbie. Bahkan sesekali saya ngeledekin dia karna dia sempet minta tolong buat digantiin bawa tas carrier haha

Perkenalan saya dengan mas Ajik ini agak lucu. Mirip cerita ABG yang terlibat cinlok. Waktu masih sama-sama ngetem di warung Pak Agus (cemoro sewu) saya duduk di kursi yang bersebalahan dengan dia. Waktu itu kita saling lirik-lirik manja genit gitu. Pas saya lagi nyeruput kopi susu, dia ngelihat saya. Mata kita pun beradu. Hal itu terjadi beberapa kali sampai akhirnya saya malu sendiri

Setelah mas Ajik beranjak dari kursinya, tau-tau dia sudah di belakang saya, lagi lihat-lihat beberapa souvenir di warung Pak Agus. Terus tiba-tiba dia nyapa saya dengan kalimat paling standard tapi cukup ampuh untuk berkenalan

“darimana mas?”. Tanya mas Ajik dengan suara mirip vokalis Boomerang kalau lagi nggak nyanyi

“Dari Solo” jawab saya singkat

Ternyata mas Ajik ini juga orang Solo. Solo asli malah. Dia tinggal di sekitaran Purwosari. Akhirnya ngobrol deh kita.

Mas Ajik ternyata naik sendirian. Ada dua orang yang tadinya saya kira adalah rombongannya, eh ternyata bukan. Dua orang tadi adalah rombongan dari Surabaya yang kebetulan ketemu pas Ajik. Rombongan awal saya sendiri kemaren berjumlah 3 orang (termasuk saya). Kita sama-sama baru pertama kali ketemu. Jadi ceritanya waktu itu saya lagi nyari temen buat ke Lawu. Karna semua temen yang biasanya naik bareng nggak ada yang bisa nemenin, akhirnya saya putuskan untuk nyari barengan melalui sebuah group pendaki di Facebook. Singkatnya, saya dapat barengan anak Solo Baru. Kita ngobrolin tentang pendakian ke Lawu via SMS. Akhinya sepakat, kita berangkat Sabtu sore. Ketemuan di depan kampus UNS. Saya kebagian bawa alat (tenda, kompor, nesting) sedangkan dia kebagian bawa logistik

Kembali ke Mas Ajik. Dia mulai nanjak sekitar jam 10-an setelah hujan benar-benar reda. Dia bareng sama dua orang yang dari Surabaya tadi, sedangkan saya dan rombongan berangkat sekitar 15 menit kemudian

Sekitar setengah jam perjalanan, saya dan rombongan ketemu lagi sama mas Ajik. Di posisi ini saya belum begitu kenal sama mas Ajik. Cuma sebatas tahu kalau dia pendaki dari Solo. Kita juga belum banyak ngobrol. Saya dan rombongan meneruskan perjalanan dan meninggalkan mas Ajik beserta rombongan. Beberapa menit kemudian giliran mas Ajik yang nyalip kita. Begitu seterusnya sampai akhirnya di suatu titik kita mutusin untuk jalan bareng

Musim hujan gini memang agak risky mendaki gunung sampai puncak. Begitu kata mas Ajik. Dengan segala pertimbangan, akhirnya kita memutuskan untuk ngecamp di pos 2. Sekitar pukul 2 dini hari cuaca masih cerah meski nggak cerah-cerah banget. Di tengah suasana malam yang syahdu dengan mendung tipis yang manja, kita memutuskan untuk bikin minuman hangat sambil ngobrol-ngobrol dikit. Nah, dari sini saya mulai tahu lebih lanjut soal mas Ajik. Do’i ini umurnya hampir kepala 4, udah punya satu anak, nikah muda (21 tahun), dan nggak doyan Mie Sedaap. Yang terakhir ini serius, dia emang nggak doyan Mie Sedaap. Dia nggak ngasih alesan kenapa dia bisa anti gitu sama Mie Sedaap. Karna dia sendiri juga nggak tahu alesannya. Yeelah

Waktu itu cuacanya emang 50:50 antara mau gerimis dan enggak gerimis. Jadi kita agak males buat mendirikan tenda. Tapi, akhirnya saya dan rombongan tetap mendirikan tenda dan tidur dengan nyaman di dalam tenda sedangkan dua rombondan yang dari Surabaya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan

Sementara mas Ajik. Dia memilih tidur diluar dengan cuma beralaskan matras dan beratapkan langit. Alias, mas Ajik tidak mendirikan tendanya. Menurut perkiraannya, malam itu tidak akan turun hujan. Dan ternyata feeling mas Ajik benar. Benar-benar salah maksudnya. Malam itu hujan tipis turun. Mas Ajik pun tidur dalam keadaan kehujanan. Dan parahnya dia nggak sadar kalau sedang kehujanan karna saking pulesnya. Dia baru sadar kalau semalem dia kehujanan melalui bajunya yang basah.

Saya sendiri juga nggak tahu kalau semalam hujan turun. Saya terlalu larut dengan tidur saya

Sekitar pukul 6 kita semua sudah bangun. Kita masih bingung antara tetap melanjutkan pendakian dengan resiko kehujanan, atau turun saja. Fyi aja, perjalanan dari pos 2 ke puncak masih butuh waktu sekitar 3-4 jam. Jadi misalnya kita tetap naik ke puncak, membutuhkan waktu sekitar 8-9 jam lagi untuk sampai ke pos pendakian Cemoro Sewu. Yang artinya hari sudah akan sore menjelang malam. Potensi kena hujan pasti jadi lebih besar

Nah, dengan alasan itulah kemaren akhirnya kita memutuskan untuk turun. Ini sebenarnya juga gara-gara diracunin sama mas Ajik -___-

Dia bilang kalau next time kita bisa naik bareng lagi pas musim kemarau jadi kita bisa sampai ke puncak tanpa harus memikirkan resiko kehujanan. But, it’s okay. Lagipula tujuan utama pendakian memang bukan puncak kan ya? Melainkan adalah sensasi perjalanannya. Tapi ya tetep aja ada yang kurang kalau nggak sampai puncak, sih

Pukul 10 pagi lebih sedikit akhirnya kita sudah tiba di pos pendakian Cemoro Sewu. Selang beberapa menit hujan deras pun turun. Beruntung banget kita tidak jadi melanjutkan perjalanan. Kita pun langsung menuju ke Warung Pak Agus buat mesen minuman hangat. Suasana hujan ditemani gorengan yang baru aja mateng+mas Ajik yang kocak. What a wow mix lah pokoknya. Saya benar-benar menikmati perjalanan kemaren

Oh iya lupa, kalau mau nyari mas Ajik, datang aja ke jagung bakar di per4an Purwosari (pojokan seberang Sala View Hotel). Jagung bakar itu milik adiknya. Dia sering nongkrong disana (katanya)

Terima kasih juga buat Beny dan Hanif 🙂